"Hari ini kok masang benderanya beda-beda ya? Ada yang setengah tiang, ada yang satu tiang penuh?" kata bapak yang duduk di sebelah saya siang kemarin.
Keluar dari ruangan, perjalanan duduk di jok vespa, sambil mengamati pemasangan bendera di instansi sekitar komplek Alun Alun Kajen. Di Kantor Bupati, terpasang satu tiang penuh. Demikian juga di sebagian besar kantor lainya. Hanya beberapa yang memasang setengah tiang.
Teringat tanggal 30 September, teringat istilah G-30-S/PKI. Pelajaran PSPB, pelajaran di bangku sekolah dulu menyebutnya. Konon tanggal 30 September 1965 merupakan hari percobaan kudeta yang dilakukan oleh PKI. Tujuh jenderal mati dalam peristiwa itu.
Saat ini, kebenaran berbagai fakta yang mengiringi peristiwa G-30/S/PKI masih menjadi perdebatan. Dari masa kecil saya, setiap tanggal 30 September di rumah maupun instasi diwajibkan memasang bendera maerah putih setengah tiang. TVRI, sebagai stasiun televisi satu satunya memutar film
Pengkhianatan G-30-S/PKI pada malam harinya.
Peristiwa G-30-S/PKI menjadi masa transisi pemerintahan di negara ini. Pengantar Rezim Orde Baru menggantikan Orde Lama. Pengantar lengsernya Presiden RI yang pertama.
Bendera setengah tiang, memaknai tanda berduka. Fakta sejarah, kematian tujuh jenderal memang duka bagi bangsa.
Pemasangan bendera setengah tiang pada setiap tanggal 30 September pada era sekarang, menjadi setengah setengah hati. Entah karena fakta sejarah yang masih menjadi perdebatan, atau memang sudah melupakan bendera merah putih. Karena pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus pun, banyak warga yang tidak memasang bendera merah putih.