16.5.13

Batu Lenjing


   Batu Lenjing merupakan petilasan berupa batu lingga yoni yang terletak di Kecamatan Lebakbarang Kabupaten Pekalongan. Petilasan tersebut berbetuk sebuah balok batu panjang yang terletak di sebuah tempat seperti meja yang berlubang. Balok batu yang meyerupai lesung tersebut dikenal sebagai Lingga, bentuk ini merupakan simbol alat kelamin laki-laki. Sedangkan batu berbentuk meja atau meyerupai lumpang dikenal sebagai Yoni, bentuk ini merupakan simbol alat kelamin perempuan.
  Merupakan peninggalan sejarah nenek moyang pada jaman dahulu sebelum terbentuknya Dukuh Parakandowo. Hal tersebut sebagaimana dituturkan oleh juru kunci (pengelola) Batu Lenjing yaitu Mbah Duryani. Beliau merupakan juru kunci secara turun temurun dari nenek moyangnya jaman dahulu sampai sekarang.
   Pada Jaman dahulu, orang pertama kali yang membuka hutan belantara  yang sekarang menjadi Dukuh Parakandowo adalah Mbah Lintang. Nara sumber tidak mengetahui persis kapan dan asal usulnya dari mana. Setelah hutan tersebut jadi sebuah dukuh,  Mbah Lintang menikah dan mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Mbah Kuwu. Dengan kegigihannya, Mbah Lintang dan Mbah Kuwu saling bahu membahu membuka hutan dijadikan ladang dan pedukuhan. Setelah dirasa cukup usia, Mbah Kuwu menikah dan mempunyai anak yang diberi nama Mbah Agung.
   Setelah Mbah Agung beranjak dewasa, beliau membuat sebuah petilasan yang berbentuk  mirip seperti lumpang terbuat dari yang dipahat dengan rapi dan indah. Hal ini membuktikan bahwa sejak jaman dahulu, nenak moyang sudah mempunyai keahlian dan jiwa seni yang tinggi dengan dibuktikan  adanya bangunan semacam itu.  Bangunan itu sekarang diberi nama petilasan Batu Lenjing/ Lingga yoni.  Sampai sekarang bangunan tersebut masih dikeramatkan.
   Pada suatu masa, rakyat di pedukuhan Parakandowo ingin membuktikan keramatnya Batu Lenjing. Menurut nara sumber,  batu itu dibuang oleh warga setempat ke dasar jurang untuk membuktikan apakah batu itu ada mukjizatnya apakah tidak. Ternyata setelah dibuang, batu itu dengan sangat ajaib kembali lagi ke tempat asalnya sampai sekarang. Bertempat di Dukuh Parakandowo,  tepatnya berada di belakang rumah penduduk. Setelah kejadian itu, antara Mbah Lintang , Mbah Kuwu dan Mbah Agung memberikan wejangan kepada warga masyarakat untuk tidak membuang batu itu lagi dan untuk merawatnya .
   Sebelum ketiganya wafat, mereka berpesan apa bila ada peziarah yang ingin membuktikan keramatnya batu tersebut, orang tersebut berhati bersih dan tidak sembarangan di tempat itu.
   Mbah Kuwu dan Mbah Agung wafat di Dukuh Parakandowo dan meninggalkan petilasan  yang berbentuk batu lumpang yang lebih dikenal dengan nama Batu Lenjing yang sampai sekarang masih sering dikunjungi peziarah.
   Peziarah yang datang ke tempat itu bukan dari warga setempat, tapi juga warga dari luar  Kecamatan Lebakbarang. Bagi peziarah mempunyai suatu keinginan, terkait dengan rejeki, jabatan, keselamatann,  jodoh dan sebagainya. Dengan lantaran wasilah ke tempat tersebut dan melalui seorang juru kunci,  yang memintakan izin terlebih dahulu kepada yang bahurekso petilasan tersebut. Kadang kala ada peziarah yang tidak mampu untuk mengangkat batu yang terdapat di tengah lubang lingga yoni tersebut. Hal tersebut menandakan dia tidak mendapat restu. Apabila peziarah mampu mengangkat batu yang terdapat di tengah lingga yoni tersebut,  berati dia mendapat izin dari yang bahurekso.

Konon, cepat atau lambat keinginanya akan terkabul, selama dia bermaksud yang baik dan hati yang bersih. Petilasan Batu Lenjing diperkirakan sudah berusia seribu tahunan.
  Demikian cerita singkat mengenai sejarah asal muasal Batu Lenjing dan Dukuh Parakandowo Desa Sodomulyo Kecamatan Lebakbarang Kabupaten Pekalongan sebagaimana dituturkan langsung dari juru kunci petilasan tersebut.

Lebakbarang, 16 Mei 2013























Bangunan batu berbentuk sebuah balok panjang yang terletak di sebuah tempat seperti meja yang berlubang. Balok batu yang menyerupai lesung tersebut dikenal sebagai lingga, bentuk ini merupakan simbol alat kelamin laki-laki. Sedangkan batu berbentuk meja atau menyerupai lumpang dikenal sebagai yoni, bentuk ini merupakan simbol alat kelamin perempuan. Persatuan antara lingga dan yoni melambangkan kesuburan. Dalam mitologi Hindu, yoni merupakan penggambaran dari Dewi Uma yang merupakan salah satu sakti (istri) Siwa. Yoni adalah landasan lingga yang melambangkan kelamin wanita. Pada permukaan yoni terdapat sebuah lubang berbentuk segi empat di bagian tengah – untuk meletakkan lingga – yang dihubungkan dengan kehadiran candi. Yoni merupakan bagian dari bangunan suci dan ditempatkan di bagian tengah ruangan suatu bangunan suci. Yoni biasanya dipergunakan sebagai dasar arca atau lingga. Berdasarkan konsep pemikiran Hindu, Yoni adalah indikator arah letak candi.

No comments:

Post a Comment