Batu Lenjing merupakan petilasan berupa batu lingga yoni yang terletak di Kecamatan Lebakbarang Kabupaten Pekalongan. Petilasan tersebut berbetuk sebuah balok batu panjang yang terletak di sebuah tempat seperti meja yang berlubang. Balok batu yang meyerupai lesung tersebut dikenal sebagai Lingga, bentuk ini merupakan simbol alat kelamin laki-laki. Sedangkan batu berbentuk meja atau meyerupai lumpang dikenal sebagai Yoni, bentuk ini merupakan simbol alat kelamin perempuan.
Merupakan peninggalan sejarah nenek moyang pada jaman
dahulu sebelum terbentuknya Dukuh Parakandowo. Hal tersebut sebagaimana dituturkan oleh juru kunci (pengelola) Batu Lenjing yaitu
Mbah Duryani. Beliau merupakan juru kunci secara turun
temurun dari nenek moyangnya jaman dahulu sampai sekarang.
Pada
Jaman dahulu, orang pertama kali yang membuka hutan belantara
yang sekarang menjadi Dukuh Parakandowo adalah
Mbah Lintang. Nara sumber tidak mengetahui persis kapan dan asal
usulnya dari mana. Setelah hutan tersebut jadi sebuah dukuh, Mbah Lintang menikah dan mempunyai seorang
anak laki-laki yang diberi nama Mbah Kuwu. Dengan kegigihannya, Mbah Lintang dan Mbah Kuwu saling bahu membahu membuka
hutan dijadikan ladang dan pedukuhan. Setelah dirasa cukup usia, Mbah Kuwu menikah dan mempunyai
anak yang diberi nama Mbah Agung.
Setelah
Mbah Agung beranjak dewasa, beliau membuat sebuah petilasan yang berbentuk mirip seperti lumpang terbuat dari yang dipahat dengan
rapi dan indah. Hal ini membuktikan bahwa sejak jaman dahulu, nenak moyang sudah mempunyai keahlian dan
jiwa seni yang tinggi dengan dibuktikan adanya
bangunan semacam itu. Bangunan itu sekarang
diberi nama petilasan Batu Lenjing/ Lingga yoni. Sampai
sekarang bangunan tersebut masih dikeramatkan.
Pada suatu masa, rakyat di pedukuhan Parakandowo ingin membuktikan keramatnya Batu Lenjing. Menurut
nara sumber, batu itu dibuang oleh warga
setempat ke dasar jurang untuk membuktikan apakah batu itu
ada mukjizatnya apakah tidak. Ternyata setelah dibuang, batu itu dengan
sangat ajaib kembali lagi ke tempat asalnya sampai sekarang. Bertempat di Dukuh Parakandowo, tepatnya berada di belakang rumah penduduk. Setelah kejadian
itu, antara
Mbah Lintang , Mbah Kuwu dan Mbah Agung memberikan wejangan kepada warga
masyarakat untuk tidak membuang batu itu lagi dan untuk merawatnya .
Sebelum
ketiganya wafat, mereka berpesan apa bila ada peziarah yang ingin membuktikan
keramatnya batu tersebut, orang tersebut berhati bersih dan tidak sembarangan di tempat
itu.
Mbah Kuwu
dan Mbah Agung wafat di Dukuh Parakandowo dan meninggalkan petilasan yang berbentuk batu lumpang yang lebih
dikenal dengan nama Batu Lenjing yang sampai sekarang masih sering dikunjungi peziarah.
Peziarah
yang datang ke tempat itu bukan dari warga setempat, tapi
juga warga dari luar Kecamatan
Lebakbarang. Bagi peziarah mempunyai suatu keinginan, terkait dengan
rejeki, jabatan, keselamatann, jodoh dan sebagainya. Dengan
lantaran wasilah ke tempat tersebut dan melalui seorang juru kunci, yang memintakan izin terlebih
dahulu kepada yang bahurekso petilasan tersebut. Kadang
kala ada peziarah yang tidak mampu untuk mengangkat batu yang terdapat di tengah
lubang lingga yoni tersebut. Hal tersebut menandakan dia tidak mendapat
restu. Apabila peziarah mampu mengangkat batu yang terdapat di tengah
lingga yoni tersebut, berati dia
mendapat izin dari yang bahurekso.
Lebakbarang, 16 Mei 2013
Konon, cepat atau lambat keinginanya akan terkabul, selama dia bermaksud yang baik dan hati yang bersih. Petilasan Batu Lenjing diperkirakan sudah berusia seribu tahunan.
Demikian cerita singkat mengenai sejarah asal muasal Batu Lenjing dan Dukuh Parakandowo Desa Sodomulyo Kecamatan Lebakbarang Kabupaten Pekalongan sebagaimana dituturkan langsung dari juru kunci petilasan tersebut.
Lebakbarang, 16 Mei 2013
No comments:
Post a Comment