4.11.13

Petungkriyono - Gunung Prau - Dieng

Cold, Foggy & High Winds
Gn. Prau, 03.11.13 08:21am

Berawal dari ajakan teman untuk ikut camping di Gunung Prau pada awal bulan lalu, keinginan untuk ke Gunung Prau semakin menggebu. Pada saat itu, keinginan itu tidak terwujud, karena orang tua berkunjung di rumah.

Ternyata tanggl 2-3 Nopember ada ajakan lagi. Oke, kebetulan tidak ada acara lain. Masuk awal bulan Nopember dipastikan saya bisa ikut ke Gunung Prau. Persiapan untuk perbekalan segera dimulai. Rencana berangkat jam 10.00 berkumpul di Pasar Doro, Pekalongan. Rute dari Doro menuju Petungkriyono baru ke Dieng.

Sabtu pagi, persiapan barang dan packing. Setelah konfirmasi, saya cukup bawa perlengkapan pribadi. Untuk peralatan camping sudah disiapkan. Dengan memakai daypack cukup sudah barang-barang terangkut.


Berangkat ke Pasar Doro sampai di tujuan jam 11.30 dan baru dua oarang yang sudah di sana. Menunggu teman dari Batang dan Jakarta di tempat penitipan motor. Jam 11.00 berangkat dari Doro dengan naik mobil doplak ( pick up ). Tiga teman dari Batang dan tiga teman dari Jakarta semuanya cowok.

Perjalan meuju Kecamatan Petungkriyono, disuguhi dengan hutan belantara yang masih terjaga keasliannya. Cuaca berawan, tapi cukup mendukung. Ternyata di sepanjang jalan banyak ditemui air terjun. Sebelum sampai kantor kecamatan, terlebih dahulu mampir di Cokrowati Desa Kasimpar. Beberapa peserta berasal dari sana. Sampai di Kecamatan jam 12.00, makan siang dan persiapan peralatan dari penyelenggara sekaligus menikmati keindahan alam kecamatan paling tas di Kabupaten Pekalongan.

Berangkat dari Petungkriyono jumlah rombongan 18 orang, di Wanayasa Banjarnegara masih ada 2 teman yang bergabung. Perjalanan dengan suguhan keindahan alam terpaksa agak terganggu dengan turunnya hujan. Bak belakang dilindungi dengan dipasang terpal sehingga pemandangan luar tidak kelihatan. Singgah di Wanayasa, genap 20 orang jumlah dalam rombongan.

Jam 15.00 sampai di Wonosobo, cuaca cerah. Turun di base camp Patak Banteng, untuk persiapan pendakian ke Gunung Prau. Beberapa pendaki dari Jakarta sudah terlebih dahulu berada di sana. Setelah istirahat dan persiapan lainnya yang cukup lama, seluruh rombongan bersiap untuk memulai pendakian pada pukul 16.00. Rombongan mulai beringsut meninggalkan base camp mulai mendaki menuju puncak Gunung Prau.

Di awali menyusuri pemukiman penduduk, kemudian perjalanan menanjak di antara ladang petani yang kebanyakan bercocok tanam sayuran. Menyusuri jalan perkerasan batu, kemudian dilanjutkan dengan jalan tanah di antara ladang penduduk. Mulai kelihatan menara antena radio komunikasi, menjadi pemandu arah pendakian. Jalan setapak yang sempit, menanjak, cukup membuat saya harus beberapa kali istirahat sejenak.

Setelah melewati menara radio, sampai lah di Pos 2. Dari sini kita sudah tidak menjumpai ladang penduduk. Tanaman besar mulai kita jumpai, kebanyakan cemara. Tanjakan semakin curam. Gerimis mulai menyapa, dingin mulai terasa, walaupun tubuh berpeluh keringat. Pemandangan di pemukiman penduduk dari atas, terlihat pula ada telaga. Sinar matahari mulai berkurang, awan mulai sedikit kelihatan. Istirahat di tengah perjalanan semakin sering dilakukan. Medan lumayan berat, karena tanjakan curam.

Sampai di Pos 3, pohon cemara mulai berkurang. Tanaman bunga bunga kecil lebih dominan. Tanjakan masih terasa curam. Jemari tangan mulai terasa kedinginan, air mulai menetes di hidung. Dingin semakin terasa. Walaupun begitu, puncak tujuan mulai terlihat, menambah semangat lagi.

Berjalan 1 jam 45 menit, sampai juga di puncak. Di sana sudah ada beberapa tenda berdiri. Menunggu teman yang membawa tenda, saya mulai memakai sarung tangan dan penutup kepala untuk mencoba manghangatkan badan. Gerimis sudah menghilang, namun dingin semakin terasa menusuk tulang.

Matahari tenggelam mengiringi tenda didirikan. Malam tiba, tenda tenda berdiri di hamparan rumput yang luas di puncak Prau. Tenda rombongan didirikan di lokasi yang kebetulan berada di bawah pohon cemara. Lokasi tersebut dipilih karena relatif hembusan angin tidak terlalu besar. Lampu di dalam tenda memberikan pemandangan bak lampu lampion besar aneka warna dalam gelapnya malam ini.

Untuk penerangan dan menghangatkan tubuh, disiapkan perapian dari batang kayu yang dibakar. Langit bertabur bintang. Menandakan cuaca cerah. Berdasarkan informasi dari penduduk lokal, selama tiga hari terakhir tidak turun hujan. Tubuh semakin merasakan kedinginan. Setelah semapt tertidur dalam tenda, tangah malam terbangun karena terasa kebelet kencing. Ternyata tenda yang berdiri semakin banyak, dan pendaki yang baru sampai juga terus berdatangan. Riuh di puncak Prau malam itu. Aneka pembicaraan dan alunan musik berbagai aliran menjadi suasana semakin ramai.

Jam 04.00 di dalam tenda terdengar suara tetesan air di tenda, hujan saya pikir. Satu tenda saya berisi tiga orang, dingin masih saja sangat terasa. Ternyata, di luar tenda kabut sangat tebal. Tetesan air dari pohon yang jatuh ke tenda bukan dari air hujan bukan pula dari gerimis. Tubuh semakin menggigil menahan dingin.

Kabut tidak menghilang sampai pukul 05.00. Harapan untuk melihat terbitnya matahari dari puncak Prau pupus sudah. Kabut menyelimuti kawasan Prau. Mencoba bersosialisasi dengan pendaki lain, ternyata berasal dari berbagai daerah di Jakarta, Jabar, Yogya dan Jateng sendiri.

Pukul 08.00 di saat kabut masih menyelimuti puncak, kami putuskan untuk turun. Jalur yang ditempuh adalah jalur Dieng. Kabut dan angin kencang masih menjadi teman perjalanan kami. Hamparan rumput luas dan beberapa tenda kami jumpai dalam perjalanan. Setelah padang rumput yang relatif datar, perjalanan dilanjutkan menyusuri punggung gunung. Kabut masih saja tebal.

Mulai terlihat tower di kejauhan. Ternyata tower tersebut adalah repetear milik Pemprov Jateng. Di sini sempat cerah walaupun sangat singkat. Dari tower ini perjalanan mulai dihadapkan dengan turunan turunan tajam. Kami memilih jalur yang menuju Candi Dwarawati. Perjalanan sampai dengan dengan tugu batas Batang dan Wonosobo. Dari sini pohon cemara menjadi tanaman yang dominan. Jalan berupa turunan tajam masih menjadi menu perjalanan.

Akhirnya sampai dengan areal ladang penduduk. Di tengah perjalanan kita bertemu penduduk yang sedang bergotong royong membuat jaringan air. Ladang penduduk yang bertanamkan sayuran banyak ditemui di sepanjang perjalanan. Saya tertarik dengan lombok yang bentuknya besar.

Ketika di ladang ada seorang ibu yang sedang memetik sayur, saya berusaha membeli lombok tersebut. Ternyata ibu tersebut malah memberikan gratis kepada saya lombok satu plastik kecil. Lombok tersebut jenisnya Lombok Bandung. Di ladang ibu tersebut ditanami kentang dan di pinggir lahan terdapat pohon Carica, khas Dieng. Di sebelah ladang tersebut terdapat candi Dwarawati. Dieng memang terkenal dengan keberadaan beberapa candi.

Akhirnya sampai di pemukiman penduduk lagi. Beristirahat di sekitar Polsek Kejajar, menunggu doplak jemputan sekaligus istirahat dan makan siang, di pinggir trotoar jalan. Tubuh capek, baterai ponsel dan baterai kamera sudah kandas semua. Capek, tapi tetap senang karena akhirnya bisa ke puncak Prau walaupun cuaca tidak sedang bagus. Mungkin lain waktu...
Packing
Perswahan di perjlanan menuju Petungkriyono
Mampir di Cokrowati, Desa Kasimpar
Suasana di Kecamatan Petungkriyono
Perjalanan menuju Dieng
Di Base Camp Patak Banteng, tempat pemberangkatan
Pemukiman yang dilalui jalur pendakian dari Patak Banteng
Jalan berbatu pada awal jalur pendakian
Antena pemancar radio
Pos 2
Jalur pendakian setelah Pos 2
Pos 3
Jalan dan pemandangan setelah Pos 3
Hari mulai petang

Jelang mentari tenggelam di puncak Prau

Tenda dan sinarnya, bagai lampu lampion
Perapian dan tenda di malam hari



Pagi berkabut
Kegiatan pagi hari
Pendaki kecil yang mengambil sampah yang berserakan

Di puncak Prau, tapal batas yang mempertemukan
Meninggalkan puncak Prau
Menyusuri punggung gunung
Edelweis ( di bagian bawah )
Melepas beban di punggung,
melepaskan kebahagiaan
Tower Stasiun Repeater
Warga bergotong royong, ladang penduduk,
ibu petani yang baik hati, dan
Candi Dwarawati
Di emperan rumah, di trotoar jalan

No comments:

Post a Comment