Pohon aren di Plararsari |
AREN, menurut saya adalah salah satu potensi unggulan yang dimiliki Kecamatan Lebakbarang. Jika digarap dengan benar, bisa menghasilkan keuntungan jutaan rupiah per harinya.
Hikayat Wali Songo berkisah, dulu Raden Said pernah menantang adu kesaktian dengan Sunan Bonang. Dengan perlahan, tangan Sunan Bonang menujuk ke arah pohon aren di sebelahnya, berikut buahnya, berubah menjadi emas yang berkilau.
Banyak makna yang tersirat dari kisah tersebut. Di luar aspek religius, cerita itu juga memberi pesan terselubung tentang betapa besarnya nilai aren. Kalau Sunan Bonang menyandingkan aren dengan emas, kiranya tidak berlebihan.
Bukan hanya benilai tinggi dan mengagumkan bak emas, tapi juga mendukung keberlangsungan lingkungan hidup. Hampir semua yang melekat di aren bisa diambil manfaatnya. Mulai akar, batang, buah, hingga getahnya bernilai tinggi.
Bahkan pohon aren juga dikenal sebagai pencipta sumber mata air. Sifat akar aren yang menghunjam ke tanah menarik air tanah dan membentuk sumber air. Akar pohon aren juga bisa mengurangi resiko tanah longsor.
Pohon aren (Arenga pinnata) bukanlah tumbuhan yang sulit ditemui. Salah satu sebabnya, karena aren bukanlah tumbuhan yang rewel; dia bisa tumbuh subur di tengah pepohonan lain dan semak-semak, di dataran, lereng bukit, lembah, dan gunung hingga ketinggian 1.400 mdpl. Pohon yang juga dinamakan enau ini juga bukan tumbuhan yang mudah sakit dan kebal hama, sehingga tidak membutuhkan pestisida.
Menurut Ir. Dian Kusumanto, Presiden Aren Foundation di Indonesia, populasi aren terbesar ada di Pulau Sulawesi, mulai dari Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara sampai ke Tanah Toraja dan seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Populasi aren juga banyak terdapat secara sporadis di wilayah Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.
Di Pulau Jawa, aren banyak ditemui mulai dari Lumajang (Jawa Timur) dan beberapa daerah di Pantai Selatan sampai di Tuban di Pantai Utara Jawa Timur. Di Jawa Tengah, tumbuhan aren banyak terdapat di daerah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Jawa Barat, aren tersebar di beberapa daerah, seperti Ciamis.
NIRA Dari semua hasil yang bisa diperoleh dari aren, nira aren dan produk olahannya yang menjadi produk unggulan. Nira adalah cairan manis yang mengucur keluar dari tandan bunga aren yang dilukai/diiris. Di Lebakbarang nira dikenal dengan istilah "badek".
Setiap pohon aren dapat menghasilkan nira rata-rata sekitar 20-25 liter per pohon per hari. Bandingkan dengan produksi nira kelapa yang sekitar 3-5 liter per pohon per hari. Di Nunukan, setiap pohon yang dikelola perajin nira aren menghasilkan rata-rata 10-15 liter per pohon per hari.
Menurut Pak Karnawi, warga Plararsari untuk menghasilkan satu kilo gula aren membutuhkan nira dari du pohon. Untuk memperoleh nira bukan urusan mudah. Diperlukan keberanian dan keterampilan memanjat pohon, bahkan bisa mencapai lebih dari 15 meter.
Produk olahan nira aren berupa gula aren nilainya paling tinggi dibandingkan dengan gula merah lainnya. Produsen gula aren masih mengolahnya secara tradisional, yang dicetak dalam bentuk separuh batok kelapa, kotak, silinder, atau lempeng. Gula aren merupakan gula murni yang tidak menggunakan bahan kimia pengawet, pewarna, atau aroma dalam pengolahannya.
Prospek produksi gula dari nira aren sangat menggiurkan. Mari kita hitung: setiap 5-7 liter nira bisa menghasilkan 1 kg gula merah. Kalau setiap pohon aren menghasilkan 10-15 liter nira, berarti setiap pohon aren bisa menghasilkan antara 2-3 kg gula merah per hari.
Kalau pohon aren ditanam secara intensif, misalnya dengan jarak tanam 5 x 10 meter persegi, untuk satu hektare lahan akan berisi sekitar 200 pohon aren. Seandainya hanya 50 persen saja yang bisa menghasilkan nira dan dikelola, maka akan didapat 50% x 200 pohon per hektare x 2-3 kg per pohon per hari; yaitu antara 200-300 kg gula aren untuk satu hektare kebun per hari.
Jika harga gula aren Rp10.000 per kg (untuk gula aren grade A bahkan mencapai Rp15.000), maka dari lahan satu hektare bisa menghasilkan antara Rp2 juta sampai Rp3 juta setiap harinya. Setahunnya, bisa mencapai 1 miliar! Menggiurkan, bukan?
Kalau berdasarkan keterangan Paka Karnawi, hitungan di atas berubah. Karena di Plararsari rata dua pohon menghasilkan satu kilo gula per hari. Jadi kira kira satu hektare menghasilkan Rp 500 ribu rupiah.
Itu baru dari gula. Nira aren juga sangat berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil yang terus disedot dan bisa habis. Nira aren bisa diolah menjadi bioetanol.
IJUK Serabut-serabut yang terdapat di tubuh pohon aren juga bernilai ekonomis. Rambut-rambut hitam yang dinamakan ijuk ini bisa dibuat menjadi alat pembersih (sapu, sikat), tali, peredam suara studio, bantalan lapangan bola, pembungkus kabel bawah laut, tempat memijah ikan, dan kerajinan tangan yang beraneka.
Sayang, di Lebakbarang ijuk masih dijual dalam keadaan asli. Belum ada penglohan lanjutan. Harga satu kilo ijuk seribu rupiah. Biasanya ijuk-ijuk diambil oleh pedagang dari Semarang.
KOLANG KALING Buah pohon aren yang biasa disebut kolang-kaling juga bukan makanan yang asing. Buah berbentuk bulat sebesar biji salak dan berwarna putih transparan ini selalu muncul di bulan puasa, sebagai minuman yang menyegarkan saat berbuka.
GELANG Batang pohon aren juga bisa dimanfaatkan. Batang aren dikenal masyarakat Lebakbarang dengan nama "gelang". Sagu aren didapat dari batang pohon aren bagian dalam. Bagian luar yang sudah tua yang keras bisa dibuat untuk kayu bahan mebel dan aneka peralatan dari kayu yang tidak kalah dibandingkan dengan kayu lain.
Bahkan ada juga rumah yang dindingnya menggunakan kulit luar pohon aren.
Tetapi, penebangan pohon aren tanpa dibarengi penanaman akan mengganggu ketersediaan pohon aren di alam.
Betapa banyak manfaat dari pohon aren. Jadi, benar kata Sunan Bonang tadi. Pohon aren bisa berubah menjadi emas yang berkilau.
Lebakbarang, 20 Mei 2013Sumber : Majalah Intisari dan Obrolan langsung dengan warga Plararsari
Hikayat Wali Songo berkisah, dulu Raden Said pernah menantang adu kesaktian dengan Sunan Bonang. Dengan perlahan, tangan Sunan Bonang menujuk ke arah pohon aren di sebelahnya, berikut buahnya, berubah menjadi emas yang berkilau.
Banyak makna yang tersirat dari kisah tersebut. Di luar aspek religius, cerita itu juga memberi pesan terselubung tentang betapa besarnya nilai aren. Kalau Sunan Bonang menyandingkan aren dengan emas, kiranya tidak berlebihan.
Bukan hanya benilai tinggi dan mengagumkan bak emas, tapi juga mendukung keberlangsungan lingkungan hidup. Hampir semua yang melekat di aren bisa diambil manfaatnya. Mulai akar, batang, buah, hingga getahnya bernilai tinggi.
Bahkan pohon aren juga dikenal sebagai pencipta sumber mata air. Sifat akar aren yang menghunjam ke tanah menarik air tanah dan membentuk sumber air. Akar pohon aren juga bisa mengurangi resiko tanah longsor.
Pohon aren (Arenga pinnata) bukanlah tumbuhan yang sulit ditemui. Salah satu sebabnya, karena aren bukanlah tumbuhan yang rewel; dia bisa tumbuh subur di tengah pepohonan lain dan semak-semak, di dataran, lereng bukit, lembah, dan gunung hingga ketinggian 1.400 mdpl. Pohon yang juga dinamakan enau ini juga bukan tumbuhan yang mudah sakit dan kebal hama, sehingga tidak membutuhkan pestisida.
Menurut Ir. Dian Kusumanto, Presiden Aren Foundation di Indonesia, populasi aren terbesar ada di Pulau Sulawesi, mulai dari Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara sampai ke Tanah Toraja dan seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Populasi aren juga banyak terdapat secara sporadis di wilayah Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.
Di Pulau Jawa, aren banyak ditemui mulai dari Lumajang (Jawa Timur) dan beberapa daerah di Pantai Selatan sampai di Tuban di Pantai Utara Jawa Timur. Di Jawa Tengah, tumbuhan aren banyak terdapat di daerah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Jawa Barat, aren tersebar di beberapa daerah, seperti Ciamis.
NIRA Dari semua hasil yang bisa diperoleh dari aren, nira aren dan produk olahannya yang menjadi produk unggulan. Nira adalah cairan manis yang mengucur keluar dari tandan bunga aren yang dilukai/diiris. Di Lebakbarang nira dikenal dengan istilah "badek".
Setiap pohon aren dapat menghasilkan nira rata-rata sekitar 20-25 liter per pohon per hari. Bandingkan dengan produksi nira kelapa yang sekitar 3-5 liter per pohon per hari. Di Nunukan, setiap pohon yang dikelola perajin nira aren menghasilkan rata-rata 10-15 liter per pohon per hari.
Menurut Pak Karnawi, warga Plararsari untuk menghasilkan satu kilo gula aren membutuhkan nira dari du pohon. Untuk memperoleh nira bukan urusan mudah. Diperlukan keberanian dan keterampilan memanjat pohon, bahkan bisa mencapai lebih dari 15 meter.
Produk olahan nira aren berupa gula aren nilainya paling tinggi dibandingkan dengan gula merah lainnya. Produsen gula aren masih mengolahnya secara tradisional, yang dicetak dalam bentuk separuh batok kelapa, kotak, silinder, atau lempeng. Gula aren merupakan gula murni yang tidak menggunakan bahan kimia pengawet, pewarna, atau aroma dalam pengolahannya.
Prospek produksi gula dari nira aren sangat menggiurkan. Mari kita hitung: setiap 5-7 liter nira bisa menghasilkan 1 kg gula merah. Kalau setiap pohon aren menghasilkan 10-15 liter nira, berarti setiap pohon aren bisa menghasilkan antara 2-3 kg gula merah per hari.
Kalau pohon aren ditanam secara intensif, misalnya dengan jarak tanam 5 x 10 meter persegi, untuk satu hektare lahan akan berisi sekitar 200 pohon aren. Seandainya hanya 50 persen saja yang bisa menghasilkan nira dan dikelola, maka akan didapat 50% x 200 pohon per hektare x 2-3 kg per pohon per hari; yaitu antara 200-300 kg gula aren untuk satu hektare kebun per hari.
Jika harga gula aren Rp10.000 per kg (untuk gula aren grade A bahkan mencapai Rp15.000), maka dari lahan satu hektare bisa menghasilkan antara Rp2 juta sampai Rp3 juta setiap harinya. Setahunnya, bisa mencapai 1 miliar! Menggiurkan, bukan?
Kalau berdasarkan keterangan Paka Karnawi, hitungan di atas berubah. Karena di Plararsari rata dua pohon menghasilkan satu kilo gula per hari. Jadi kira kira satu hektare menghasilkan Rp 500 ribu rupiah.
Itu baru dari gula. Nira aren juga sangat berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil yang terus disedot dan bisa habis. Nira aren bisa diolah menjadi bioetanol.
IJUK Serabut-serabut yang terdapat di tubuh pohon aren juga bernilai ekonomis. Rambut-rambut hitam yang dinamakan ijuk ini bisa dibuat menjadi alat pembersih (sapu, sikat), tali, peredam suara studio, bantalan lapangan bola, pembungkus kabel bawah laut, tempat memijah ikan, dan kerajinan tangan yang beraneka.
Sayang, di Lebakbarang ijuk masih dijual dalam keadaan asli. Belum ada penglohan lanjutan. Harga satu kilo ijuk seribu rupiah. Biasanya ijuk-ijuk diambil oleh pedagang dari Semarang.
KOLANG KALING Buah pohon aren yang biasa disebut kolang-kaling juga bukan makanan yang asing. Buah berbentuk bulat sebesar biji salak dan berwarna putih transparan ini selalu muncul di bulan puasa, sebagai minuman yang menyegarkan saat berbuka.
GELANG Batang pohon aren juga bisa dimanfaatkan. Batang aren dikenal masyarakat Lebakbarang dengan nama "gelang". Sagu aren didapat dari batang pohon aren bagian dalam. Bagian luar yang sudah tua yang keras bisa dibuat untuk kayu bahan mebel dan aneka peralatan dari kayu yang tidak kalah dibandingkan dengan kayu lain.
Bahkan ada juga rumah yang dindingnya menggunakan kulit luar pohon aren.
Tetapi, penebangan pohon aren tanpa dibarengi penanaman akan mengganggu ketersediaan pohon aren di alam.
Betapa banyak manfaat dari pohon aren. Jadi, benar kata Sunan Bonang tadi. Pohon aren bisa berubah menjadi emas yang berkilau.
Lebakbarang, 20 Mei 2013Sumber : Majalah Intisari dan Obrolan langsung dengan warga Plararsari