24.9.13

Membangun Mimpi

membangun mimpi
mengejar mimpi
dan menggapainya
boleh dibilang tapak pertama untuk mewujudkan rumah impian membuat rumah adalah membuat gambarnya. lama terpendam dalam otak dan selalu berubah. tentu hal ini setelah mengumpulkan referensi desain rumah baik dari media cetak maupun browsing di dunia maya.

mulai corat coret di kertas milimeter, sengaja memakai kertas ini karena sudah ada panduan garis garisnya. tidak pernah mengenyam pendidikan teknik bangunan, membuat gambar ala kadarnya. beberapa alternatif gambar akhirnya jadi. selalu ada keinginan untuk merubah gambar, sering adanya referensi baru. 

akhirnya dengan pertimbangan lahan yang tersedia, kebutuhan ruang, kebiasaan, kemampuan dana, dan tidak membuat perubahan besar dapur + kamar mandi hasil rehab sebelumnya. gambar gambar di bawah merupakan sebagian gambar coretan menuju rumah impian, walaupun setelah terbangun ada beberapa penyesuaian lagi. 
*tulisan yang terlambat dipublikasikan, sebuah pengantar untuk tulisan berlabel omah
gambar ini termasuk gambar yang sudah hampir setengah matang

sambungan gambar di atasnya

gambar pertama kali, di tengah rumah benar benar area terbuka..

21.9.13

Pet Adoption


Mendengar saya punya rencana mau mengambil burung deruk lagi di rumah teman, tetangga memberi kabar ke istri saya. Burung yang dipelihara dari Kendal, sejak anak pertama mereka masih kecil. Kurang lebih 13 tahunan, rencana mau diberikan kepada kami. Burung beserta kandangnya.

Saya bilang boleh saja, nanti kita ambil. Akhirnya kami putuskan untuk mengadopsi burung itu. Sesampai kami di sana, tetangga saya bilang kalau dia kasihan sama burung itu. Pernah sekali waktu dilepas, tapi selalu balik ke lingkungan rumahnya. Burung tersebut kelihatan sudah tidak mau bersuara. Makan berceceran di bawah sangkarnya.

Sangkar berisi burung saya tenteng pulang. Bersihkan kandangnya, tahi dan beras merah di dasar sangkar lumayan banyak. Selesai pembersihan, sangkar saya gantung berdekatan dengan burung deruk milik saya. Sengaja saya dekatkan untuk mengurangi stres dan sekaligus biar saling kenal.

Deruk milik saya menyambut gembira, sejak kedatangan deruk yang satu. Kuk geruk, kuk geruk... suara tersebut tak henti-hentinya terdengar. Penghuni baru terlihat masih menyesuaikan dengan lingkungan barunya. Perlahan sudah mulai terbiasa, gerakan mulai lebih rileks. Berusaha untuk menyahut kicau sang kawan baru, tapi terlihat kesusahan dengan gangguan di lehernya.

Akhir setelah hampir setengah jam, mulai terrdengar lirih sahutan kicauan hasil burung hasil adopsi. Selamat bergabung di rumah ini.
Not shop... Adopt!

Kajen 21/09/13

20.9.13

Curug Cinde


Desa Depok, desa yang kecil dengan pemukiman padat

Salah satu daftar tempat yang harus saya datangai di Lebakbarang adalah Curug Cinde. Keinginan yang tersimpan lebih dari empat tahun, dan beberapa batal untuk mewujudkannya. Keinginan itu akhirnya kesampaian juga. Kamis, 29 Agustus 2013 menjadi waktu yang disepakati untuk melakukan perjalanan ke Curug Cinde. Bersama beberapa teman dari Bagian Tata Pemerintahan yang kebetulan melakukan pendataan rupa bumi.

Berkumpul di Kecamatan Lebakbarang, perjalanan bermotor dilanjutkan ke Desa Depok. Dari sini perjlanan dilajutkan dengan jalan kaki. Menyusuri pinggir perkampungan kemudian masuk kebun. Lepas dari persawahan dan kebun warga, perjalanan menyusri hutan.

Di perjalanan kami juga menemui satu air terjun. Masyarakat menamakannya Curug Silengsar. Air terjun ini dijadikan sumber mata air bagi warga desa. Terdiri dari dua air terjun yang bertingkat.
Air terjun Silengsar,
warna biru di tengah merupakan bak air
yang mengalirkan air ke rumah rumah warga
Hutan selam perjalanan merupakan hutan heterogen. Mulai hutan pinus sampai hutan dengan aneka tanaman. Di sela sela hutan warga menanam pohon kopi. Perjalanan naik turun, cukup menguras tenaga. Sempat beberapa kali istirahat, mengistirahatkan kaki, mengatur nafas dan sekaligus membasahi tenggorokan. 

Beberapa tanjakan cukup menguras tenaga karena cukup panjang dan tinggi. Di beberapa tempat juga terpaksa menerobos semak yang rapat, di samping jalan jurang yang dalam. Perlu kehati-hatian agar tak terjadi kecelakaan.

Menyusur jalan setpak di tengah hutan 
Hampir dua jam berjalan, hawa dingin mulai terasa. Udara terasa semakin lembab. Suara air gerumuh mulai terdengar. Harapan akan sampai tujuan membesar, lelah semakin terasa. Akhirnya di sebelah, pandangan ke arah serong kanan kulihat air terjun. 
Curug Cinde, tujuan perjalanan
Lelah tubuh ini langsung sirna, terbayar rasa gembira bisa sampai di tempat ini. Di antara tebing batu, air yang begitu deras meluncur dari ketinggian kurang lebih 30 meter. Informasi dari warga desa, air terjun ini ada dua tingkat walaupun dari bawah hanya terlihat satu air terjun.

Tempias air terbawa angin membasahi tubuh. Kesegaran tubuh segera kembali. Lelah perjalanan sudah tak teringat lagi, percik air menghapus segala lelah raga ini.
Curug Cinde, keindahan alam yang tersembunyi
Sayang keindahan alam ini dirusak oleh tangan tangan jahil. Coretan dari cat semprot, terlihat baru. Kemungkinan sehari sebelum saya kesini tempat ini dikunjungi orang yang meninggalkan coretan yang merusak keindahan alam ini.
vandalis, merusak keindahan alam
Perjalanan pulang sepanjang kurang lebih 2,5 km terasa lebih ringan dan lebih cepat. Jam 5 sore kami tiba di perkampungan Desa Depok. Kami sempatkan mampir di Watu Lumpang, salah satu peninggalan kuno yang ada di Desa ini

Sprint 76



Vespa Sprint 1976 metalic silver AD 6115 CE - nomor polisi lama AD 6835 E
Pertama kali mengendarainya pada masa SMP, saat itu sekolah pilang lebih awal dan kebetulan Sprint tak dipakai Bapak ke kantor. Iseng iseng mulai kustater, tarik kloping dan buka gas..
Vespa melaju di dalam garasi menuju pintu keluar, naas .. aku salah perhitungan, tuas stater nyangkut di kusen pintu meninggalkan luka terkoyak kayunya...

Saat pulang kantor, aku ceritakan kejadian tadi. Bukannya marah, Bapak malah menyuruh aku untuk mencoba naik vespa lagi. Kali ini, dibimbing sama beliau. Sejak saat itu, aku jadi lebih sering keluar rumah menggunakan vespa, selain sepeda kayu tentunya.

Memasuki SMA, vespa kadang menemani kepergian ke sekolah atau ekstra basket di sore harinya. Saat itu hanya guru yang membawa vespa ke sekolah. Motor paling keren di sekolah saat itu, Tiger, RGR, GL Pro atau King. Setelah kubawa ke sekolah, lama lama ada juga teman yang membawa vespa ke sokolah.

Vespa ini sangat identik dengan Bapak saya, yang saat itu lebih dikenal "Pak RT". Bapak yang menanykan bapak, ketika kubawa vespa ini. Naik vespa tentu punya pengalaman tersendiri. Ada teman yang bilang kalau bonceng aku, badan bahkan matanya sampai keder/ bergetar, karena saat itu boncengan senagja tak kupasang. Pernah juga vespa kutinggal di jalan, karena bann belakang bocor.

Sejak kuliah, aku terpisah dengan vespa ini. Terkahir kupakai di Yogya, dan akhirnya kutinggal di rumah simbah di Klaten, karena saat itu itu aku harus segera ke Jatinangor. Sampai dengan aku menetap di Pekalongan mulai tahun 2001, vespa di rumah Sragen. Sempat ada niat kubawa bawa vespa untuk kerja di Pekalongan, tapi saat itu belum diperbolehkan.

Sampai akhir tahun 2012, barulah vespa menyusul di Pekalongan. Sempat lama tidak terpakai di Sragen, akhirnya aku dapat tugass untuk melanjutkan perawatannya. Walaupun aku sangat senang, karena bisa kembali naik sekuter, anak anakku rupanya masih malu, karena mengganngap ini kendaraan jadul.